Minggu, 03 Oktober 2010

ANALISIS UU NO.1 TAHUN 2009

TAS HUKUM PENGANGKUTAN
ANALISIS UU NO.1 TAHUN 2009
PENERBANGAN


ERNEST FERGILL
312007007


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA


PEMBAHASAN

BAB Hal Pasal KETERANGAN
I Ketentuan Umum Pasal 1 Beberapa definisi berkaitan dengan Penerbangan
II Asas dan Tujuan Pasal 2 – 3 Asas-asas dan Tujuan Penerbangan
III Ruang Lingkup Berlakunya Undang-Undang Pasal 4 Penjelasan mengenai Ruang Lingkup Berlakunya Undang-undang ini.

IV Kedaulatan Atas Wilayah Udara Pasal 5 – 9 Penjelasan mengenai Kedaulatan Atas Wilayah Udara.
Dimana terdapat wewenang dan tanggungjawab dari Pemerintah Republik Indonesia pengaturan ruang udara untuk kepentingan penerbangan, perekonomian nasional, pertahanan dan keamanan negara,sosial budaya, serta lingkungan udara.
Serta Pelaksanaan dari tanggungjawab tersebut.
V Pembinaan Pasal 10 – 12 Mengenai Pembinaan dalam hal penerbangan yang dilakukan oleh Negara. .
VI Rancang Bangun dan Produksi Pesawat Udara Bag.1
Pasal 13 - 18 Penjelasan mengenai Rancang Bangun Pesawat Udara.
Dimana pembuatan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan baling-baling pesawat terbang yang akan dibuat untuk digunakan secara sah (eligible) harus memiliki rancang bangun.
Dan adanya sertifikat tipe dalam memproduksinya, serta dalam perubahan rancang bangun harus mendapat persetujuan terlebih dahulu.
Bag. 2
Pasal 19 – 23 Dalam kegiatan melakukan kegiatan produksi dan/atau perakitan pesawat udara, mesin pesawat udara, dan/atau baling-baling pesawat terbang wajib memiliki sertifikat produksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur
memperoleh sertifikat produksi pesawat udara diatur dalam Peraturan Menteri.
VII Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara Pasal 24 - 33 Setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran.
Terdapat pula syarat-syarat pendaftaran, dan terdapat pula syarat-syarat hapusnya tanda pendaftaran.
VIII Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Bag. 1
Pasal 34 - 40 Pesawat udara harus memenuhi standar kelaikudaraan. Terdapat kategori standar pemberian sertifikat kelaikudaraan dan terdapa sanksi-sanksi ketika melanggar dari standar kelaikudaraan.
Bag.2
Pasal 41 - 45 Operasi Pesawat Udara.
Setiap orang yang ingin mengoperasikan pesawat udara untuk kegiatan angkutan udara wajib memiliki sertifikat.
Terdapat pula syarat-syarat dalam mendapatkan sertifikat operator pesawt udara.
Bag.3
Pasal 46 - 51 Perawatan Pesawat Udara
Adanya sertifikat dalam perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara dan baling-baling pesawat udara, serta kategori yang dapat melakukan perawatan terhadap pesawat terbang.
Bag.4
Pasal 52 - 57 Keselamatan dan Keamanan dalam Pesawat Udara selama Penerbangan.
Terdapat syarat-syarat yang wajib dilakkukan selama penerbangan.
Bag.5
Pasal 58 - 61 Personel Pesawat Udara
Bahwa setiap personel pesawat udara wajib memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi.Terdapat pula prasyarat dalam hal mendapatkan lisensi tersebut.
Bag.6
Pasal 62 Asuransi dalam Pengoperasian Pesawat Udara
Prasyarat dalam mengoperasikan pesawat udara dan sanksi administrative jika melanggar dalam mengoperasikan pesawat udara.
Bag.7
Pasal 63 - 66 Pengoperasian Pesawat Udara
Pesawat udara yang dapat dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya pesawat udara Indonesia.
Dalam keadaan tertentu dan dalam waktu terbatas
pesawat udara asing dapat dioperasikan setelah
mendapat izin dari Menteri.
Serta tata cara dalam proses sertifikasi kelaikudaraan dan lisensi.
Bag.8
Pasal 67 - 70 Pesawat Udara Negara
Dalam proses pesawat udara negara yang dibuat dan dioperasikan harus memenuhi standar rancang bangun, produksi, dan kelaikudaraan, serta memiliki tanda identitas.
Penggunaan pesawat udara asing di wilayah Indonesia, perlu mendapat izin dari Pemerintah terlebih dahulu.
IX Kepentingan Internasional atas Objek Pesawat Udara Pasal 71 - 82 Objek pesawat udara dapat dibebani dengan kepentingan internasional yang timbul akibat perjanjian pemberian hak jaminan kebendaan, perjanjian pengikatan hak bersyarat,dan/atau perjanjian sewa guna usaha.
Disebutkan pula debitur dapat memohonkan penerbitan kuasa derigistrasi kepada kreditur.
X Angkutan Udara Bag.1
Pasal 83 - 107 Terdapat jenis kegiatan angkutan udara, tata cara dalam pelaksanaan kegiatan angkutan udara.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan badan usaha angkutan pesawat udara.
Penjelasan mengenai Angkutan Udara Niaga dan Angkutan Uara Perintis.
Bag.2
Pasal 108 – 121 Perizinan Angkutan Udara
Terdapat tata cara pengurusan izin usaha angkutan udara niaga dan mengenai perizinan usaha angkutan udara bukan niaga.Serta kewajiban pemegang izin angkutan udara.
Bag.3
Pasal 122 - 125 Jaringan dan rute penerbangan
- Jaringan dan rute penerbangan dalam negeri untuk angkutan udara niaga berjadwal ditetapkan oleh Menteri.
- Jaringan dan rute penerbangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri berdasarkan perjanjian angkutan udara antarnegara.
Terdapat pula pertimbangan-pertimbangan mengenai jaringan dan rute penerbangan dalam negeri dan luar negeri.
Bag.4
Pasal 126 - 130 Tarif
Tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri terdiri atas tarif angkutan penumpang dan tarif angkutan kargo.
Bag.5
Pasal 131 - 133 Kegiatan Usaha Penunjang Angkutan Udara
Dalam kegiatan penunjang usaha harus mendapat izin dari Menteri, serta adanya tata cara ataupun proses dalam pengajuan izin usaha penunjang angkutan udara.
Bag.6
Pasal 134 - 135 Pengangkutan untuk Penyandang Cacat, Lanjut Usia, Anak–Anak, dan/atau Orang Sakit
Berhak memperoleh pelayanan berupa perlakuan dan fasilitas khusus dari badan usaha angkutan udara niaga.
Dalam pemberian tidak dipungut biaya tambahan.
Bag.7
Pasal 136 - 139 Pengangkutan Barang Khusus dan Berbahaya
Dalam pengangkutan barang khusus dan berbahaya wajib memenuhi prasyaratan keamanan dan keselamatan penerbangan.
Bag.8
Pasal 140 - 186 Tanggungjawab Pengangkut
Di dalam bagian ini, terdapat mengenai Wajib Angkut, Tanggungjawab Pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo, Dokumen angkutan penumpang, bagasi dan kargo, Besaran ganti kerugian, Pihak yang berhak menerima ganti kerugian, Jangka waktu Pengajuan Klaim, Hal gugatan, Pernyataan Kemungkinan Meninggal dunia bagi penumpang pesawat udara yang hilang, Wajib Asuransi, Tanggungjawab pada angkutan udara oleh beberapa pengangkut berturut-turut, Tanggungjawab pada angkutan intermoda, Tanggungjawab pengangkut lain, Tanggungjawab pengangkut terhadap pihak ketiga, Persyaratan khusus.
Bag.9
Pasal 187 - 191 Angkutan Multimoda
Kegiatan angkutan udara dalam angkutan multimoda
dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang dibuat antara
badan usaha angkutan udara dan badan usaha angkutan
multimoda, dan/atau badan usaha moda lainnya.
Serta terdapat tanggungjawab dari angkutan multimoda.
XI Kebandarudaraan Bag.1
Pasal 192 Umum
Terdapat jenis-jenis dari Bandar udara.
Bag.2
Pasal 193 - 200 Tatanan Kebandarudaraan Nasional
Didalam bagian ini terdapat peran dan fungsi dari Bandar udara tersebut, tatanan dari kebandarudaraan tersebut, serta terdapat Rencana Induk Nasional Bandar Udara.
Bag.3
Pasal 201 - 213 Penetapan Lokasi Bandar Udara
Lokasi ditetapkan oleh Menteri. Memuat pula mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan dan Batas Kawasan Kebisingan.
Bag.4
Pasal 214 - 216 Pembangunan Bandar Udara
Dalam penbangunan Bandar Udara wajib memperhatikan ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, mutu pelayanan
jasa kebandarudaraan, kelestarian lingkungan, serta keterpaduan intermoda dan multimoda.
Izin mendirikan bangunan bandar udara ditetapkan oleh
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemerintah
daerah.
Bag.5
Pasal 217 - 225 Pengoperasian Bandar Udara
- Dalam pengoperasiannya harus memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta ketentuan pelayanan jasa Bandar udara.
- Badan usaha bandar udara atau unit
penyelenggara bandar udara wajib menyediakan fasilitas bandar udara yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta pelayanan jasa Bandar udara sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.
- Setiap personel bandar udara wajib memiliki lisensi atau sertifikat kompetensi.
Bag.6
Pasal 226 - 238 Penyelenggaraan Kegiatan di Bandar Udara
1. Kegiatan pemerintahan di bandar udara meliputi:
a. pembinaan kegiatan penerbangan
b. kepabeanan
c. keimigrasian
d. kekarantinaan.
2. Tentang otoritas Bandar udara
3. Pelayanan jasa

Bag.7
Pasal 239 Pelayanan dan fasilitas khusus di khususkan untuk peyandang cacat,usia lanjut dan orang sakit.
Bag.8
Pasal 240 - 242 Tanggung jawab da ganti kerugian.:
1. luka fisik atau kematian
2. musnah hilang atau rusak
3. dampak lingkungan yang berkaitan dengan Bandar udara.

Bag.9
Pasal 243 - 246
Setiap pelayanan jasa kebandarudaraan dan jasa terkait dengan bandar udara dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang disediakan.
Bag.10
Pasal 247 - 252 1. Tentang pembangunan Bandar udara khusus
2. izin pembangunan
3. pengawasan dan pengendalian
Bag.11
Pasal 253 - 255 Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter
Bag.12
Pasal 256 Bandar Udara Internasional
Bag.13
Pasal 257 - 259 Penggunaan Bersama Bandar Udara dan Pangkalan Udara
dilakukan dengan memperhatikan:
a. kebutuhan pelayanan jasa transportasi udara;
b. keselamatan, keamanan, dan kelancaran penerbangan;
c. keamanan dan pertahanan negara; serta
d. peraturan perundang-undangan.
Bag.14
Pasal 260 Pelestarian Lingkungan
Penyelenggara bandar udara wajib menjaga ambang batas kebisingan dan pencemaran lingkungan di bandar udara dan sekitarnya sesuai dengan ambang batas dan baku mutu yang ditetapkan Pemerintah.
XII Navigasi Penerbangan Bag.1
Pasal 261 - 268 Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional
dilaksanakan
dengan mempertimbangkan:
a. keselamatan operasi penerbangan;
b. efektivitas dan efisiensi operasi penerbangan;
c. kepadatan lalu lintas penerbangan;
d. standar tingkat pelayanan navigasi penerbangan yang berlaku; dan
e. perkembangan teknologi di bidang navigasi
penerbangan.
Bag.2
Pasal 269 - 291 Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan
tujuan sebagai berikut:
a. terwujudnya penyediaan jasa pelayanan navigasi
penerbangan sesuai dengan standar yang berlaku;
b. terwujudnya efisiensi penerbangan; dan
c. terwujudnya suatu jaringan pelayanan navigasi
penerbangan secara terpadu, serasi, dan harmonis dalam lingkup nasional, regional, dan internasional.
Bag.3
Pasal 292 - 295 Personel Navigasi Penerbangan


Bag.4
Pasal 296 - 301
Fasilitas Navigasi Penerbangan
Fasilitas navigasi penerbangan terdiri atas:
a. fasilitas telekomunikasi penerbangan;
b. fasilitas informasi aeronautika; dan
c. fasilitas informasi meteorologi penerbangan.
Pemasangan fasilitas navigasi penerbangan harus memperhatikan :
a. kebutuhan operasional;
b. perkembangan teknologi;
c. keandalan fasilitas; dan
d. keterpaduan sistem

Bag.5
Pasal 302 - 307 Frekuensi Radio Penerbangan
hanya digunakan untuk kepentingan
keselamatan penerbangan aeronautika dan nonaeronautika
XIII Keselamatan Penerbangan Bag.1
Pasal 308 - 311 Program keselamatan penerbangan nasional:
a. peraturan keselamatan penerbangan;
b. sasaran keselamatan penerbangan;
c. sistem pelaporan keselamatan penerbangan;
d. analisis data dan pertukaran informasi keselamatanpenerbangan (safety data analysis and exchange);
e. kegiatan investigasi kecelakaan dan kejadian
penerbangan (accident and incident investigation);
f. promosi keselamatan penerbangan (safety promotion);
g. pengawasan keselamatan penerbangan (safety
oversight); dan
h. penegakan hukum (law enforcement).
Yang bertaggung jawab adalah mentri.
Bag.2
Pasal 312 Mentri yang bertanggung jawab.
Pengawasan keselamatan penerbangan meliputi :
a. audit;
b. inspeksi;
c. pengamatan (surveillance); dan
d. pemantauan (monitoring).
Bag.3
Pasal 313 Menteri berwenang menetapkan program penegakan hukum dan mengambil tindakan hukum di bidang keselamatan penerbangan.
Bag.4
Pasal 314 - 317 Setiap penyedia jasa penerbangan wajib membuat, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakan secara berkelanjutan sistem manajemen keselamatan (safety management system) dengan berpedoman pada program keselamatan penerbangan nasional.
Bag.5
Pasal 318 - 322 Budaya Keselamatan Penerbangan

XIV
Keamanan Penerbangan
Bag.1
Pasal 323 - 330
Yang bertanggung jawab adalah mentri.
Menteri berwenang untuk:
a. membentuk komite nasional keamanan penerbangan;
b. menetapkan program keamanan penerbangan
nasional; dan
c. mengawasi pelaksanaan program keamanan
penerbangan nasional.
Bag.2
Pasal 331 - 333 Menteri bertanggung jawab terhadap pengawasan
keamanan penerbangan nasional.
Bag.3
Pasal 334 - 339 Keamanan Bandar Udara
Bag.4
Pasal 340 - 343 Keamanan Pengoperasian Pesawat Udara meliputi:
a. pemeriksaan keamanan pesawat udara sebelum
pengoperasian berdasarkan penilaian risiko keamanan
(check and search);
b. pemeriksaan terhadap barang bawaan penumpang
yang tertinggal di pesawat udara;
c. pemeriksaan terhadap semua petugas yang masuk
pesawat udara; dan
d. pemeriksaan terhadap peralatan, barang, makanan,
dan minuman yang akan masuk pesawat udara.

Bag.5
Pasal 344 - 347 Penanggulangan Tindakan Melawan Hukum
tindakan melawan hokum yang membahayakan antara lain:
a. menguasai secara tidak sah pesawat udara yang sedang terbang atau yang sedang di darat;
b. menyandera orang di dalam pesawat udara atau dibandar udara;
c. masuk ke dalam pesawat udara, daerah keamanan terbatas bandar udara, atau wilayah fasilitas aeronautika secara tidak sah;
d. membawa senjata, barang dan peralatan berbahaya, atau bom ke dalam pesawat udara atau bandar udara tanpa izin; dan
e. menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan.
Bag.6
Pasal 348 - 351 Menteri menetapkan fasilitas keamanan penerbangan.

XV Pencarian dan Pertolongan Kecelakaan Pesawat Udara Pasal 352 - 356 Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab melakukan pencarian dan pertolongan terhadap setiap pesawat udara yang mengalami kecelakaan di wilayah Republik Indonesia.
XVI Investigasi dan Penyelidikan Lanjutan Kecelakaan Pesawat Udara Bag.1
Pasal 357 Pemerintah melakukan investigasi dan penyelidikan lanjutan mengenai penyebab setiap kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil yang terjadi di wilayah Republik Indonesia.
Bag.2
Pasal 358 - 363 Komite nasional wajib melaporkan segala perkembangan dan hasil investigasinya kepada Menteri
Bag.3
Pasal 364 - 369 Tentang tugas Majelis profesi:
a. menegakkan etika profesi dan kompetensi personel di bidang penerbangan;
b. melaksanakan mediasi antara penyedia jasa penerbangan,
personel dan pengguna jasa penerbangan; dan
c. menafsirkan penerapan regulasi di bidang penerbangan.
XVII Pemberdayaan Industri dan Pengembangan Teknologi Penerbangan Pasal 370 - 374 Pemberdayaan industri dan pengembangan teknologi penerbangan meliputi :
a. rancang bangun, produksi, dan pemeliharaan pesawat udara;
b. mesin, baling-baling, dan komponen pesawat udara;
c. fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan;
d. teknologi, informasi, dan navigasi penerbangan;
e. kebandarudaraan; serta
f. fasilitas pendidikan dan pelatihan personel
penerbangan
XVIII Sistem Informasi Penerbangan Pasal 375 - 380 Sistem informasi penerbangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi penerbangan untuk:
a. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik; dan
b. mendukung perumusan kebijakan di bidang
penerbangan.
XIX Sumber Daya Manusia Bag.1
Pasal 381 Pemerintah bertanggung jawab terhadap penyediaan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang penerbangan.
Bag.2
Pasal 382 - 387 Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan
terselenggaranya pendidikan dan pelatihan di bidang penerbangan
Bag.3
Pasal 388 - 392 Penyelenggara pendidikan dan pelatihan wajib memberikan
sertifikat kompetensi kepada peserta didik yang telah dinyatakan lulus pendidikan dan pelatihan.
Bag.4
Pasal 393 - 394 Kontribusi antara lain :
a. pemberian beasiswa pendidikan dan pelatihan;
b. pembangunan lembaga dan/atau penyediaan fasilitas pendidikan dan pelatihan;
c. kerja sama dengan lembaga pendidikan dan pelatihan yang ada; dan/atau
d. pemberian kesempatan kepada peserta pendidikan dan pelatihan untuk praktek kerja.
Bag.5
Pasal 395 Untuk menjamin keselamatan penerbangan harus
dilakukan pengaturan hari kerja, pembatasan jam kerja, dan persyaratan jam istirahat bagi personel operasional penerbangan.
XX Peran Serta Masyarakat Pasal 396 - 398 Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud berupa:
a. memantau dan menjaga ketertiban penyelenggaraan kegiatan penerbangan;
b. memberikan masukan kepada Pemerintah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang penerbangan;
c. memberikan masukan kepada Pemerintah,
pemerintah daerah dalam rangka pembinaan,
penyelenggaraan, dan pengawasan penerbangan;
d. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepada
pejabat yang berwenang terhadap kegiatan
penyelenggaraan penerbangan yang mengakibatkan
dampak penting terhadap lingkungan;
e. melaporkan apabila mengetahui terjadinya ketidaksesuaian
prosedur penerbangan, atau tidak
berfungsinya peralatan dan fasilitas penerbangan;
f. melaporkan apabila mengetahui terjadinya kecelakaan
atau kejadian terhadap pesawat udara;
XXI Penyidikan Pasal 399 - 400 Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 399 dilaksanakan sebagai berikut:
a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penerbangan;
b. menerima laporan tentang adanya tindak pidana di bidang penerbangan;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana di
bidang penerbangan;
d. melakukan penangkapan terhadap orang yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang penerbangan;
XXII Ketentuan Pidana Pasal 401 - 443 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki kawasan udara terlarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
XXIII Ketentuan Peralihan Pasal 444 - 451 Ketentuan peralihan
XXIV Ketentuan Penutup Pasal 452 - 466 Penutup.

1 komentar:

  1. Menurut saya harus ada undang-undang yang mengatur kejelasan tugas dan tanggung jawab antara operator/ airline dan autoritas bandara terhadap pelayanan, keselamatan, kenyamanan kepada konsumen/ penumpang sebagai pemasok utama pendapatan.

    BalasHapus